Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
·
mempunyai
suatu hak atas bumi, dan / atau;
·
memperoleh manfaat
atas bumi, dan / atau;
·
memiliki, menguasai
atas bangunan, dan / atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
Subyek pajak
sebagaimana dimaksud diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi
wajib pajak menurut undang-undang
Obyek
Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan
Obyek PBB adalah
“Bumi dan/ atau bangunan”:
·
Bumi:
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, Contoh:
sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dll.
·
Bangunan:
Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan di wilayah Republik
Indonesia,
Contoh:
rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung anjungan minyak lepas
pantai, dll
Obyek
Pajak PBB yang dikecualikan
Obyek yang dikecualikan adalah :
1. Digunakan
semata –mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak di maksudkan untuk memperoleh
keuntungan, seperti; masjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan
lain-lain.
2. Digunakan
untuk kuburan,
3.
Digunakan sebagai
tempat penyimpanan peninggalan purbakala.
4.
Merupakan hutan
lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.
5.
Dimiliki oleh
Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan Organisasi
Internasional yang ditentuikan oleh Menteri Keuangan.
Cara Menghitung dan Menetapkan PBB
A.
Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah
sebesar 0,5% dan jenis tarif ini disebut sebagai Tarif tunggal yang berlaku
terhadap obyek pajak jenis apapun di seluruh wilayah Indonesi.
B.
Dasar Pengenaan PBB :
- Adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang
sejenis, atau niali perolehan baru atau nilai objek pajak pengganti.
- Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun dengan perkembangan daerahnya.
- Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak.
- Besarnyapersentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Penentuan NJOP
Di dalam
penentuan NJOP PBB oleh dirjen pajak Cq Kp PBB ditentukan 3 metode penilaian
atau pendekatan penilaian , antara lain :
- Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
- Pendekatan Biaya (Cos Approach)
- Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Untuk Cara
Penilaian menggunakan 2 cara,yakni :
- Penilaian Massal (Mass Appraisal)
- Penilaian Individual (Individual Appraisal)
C.
Dasar
Perhitungan PBB
Dasar
Perhitungan yang digunakan untuk menghitung pajak terhutang adalah Nilai Jual
Kena Pajak (NJKP) ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%
dari Nilai Jual Kena Pajak (Peraturan Pemerintah. Besarnya persentase NJKP yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi
nasional.
Berdasar
PP No. 74 tahun 1998 ketentuan mengenai NJKP untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan sebesar 20% atau 40% dari
Nilai Jual Objek Pajak.
NILAI JUAL KENA PAJAK = 20% atau 40%
x Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Ketentuan mengenai NJKP
berdasarkan PP 74 tahun 1998 :
NJKP pada umumnya ditetapkan
20% dari Nilai jual obyek pajak, kecuali untuk obyek-obyek di bawah ini
ditetapkan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak :
-
Perumahan dengan
NJOP sama atau lebih besar dari Rp. 1 Milyar, kecuali yang dimiliki atau
dikuasai oleh PNS, ABRI, dan para pensiunan termasuk janda dan duda.
-
Perkebunan dengan
luas sama atau lebih besar dari 25 hektar yang dimiliki, dikuasai, atau dikelola
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Swasta
-
Perhutanan termasuk
areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemegang Hak
Penguasaan hutan, pemegang Hak pemungutan Hasil Hutan dan pemegang izin
pemanfaatan kayu.
PP No. 46 tahun 2000 memperbarui PP 74 tahun 1998
Besarya NJKP sebagai dasar
perhitungan kena pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat
(3) Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 ditetapkan untuk :
- Obyek Pajak Perkebunan sebesar 40% dari Nilai Jual Ojek pajak.
- Objek Pajak kehutanan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek pajak
- Objek Pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek pajak.
- Objek pajak lainnya :
Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila nilai
jual Objek pajaknya Rp. 1.000.000.000,- (satu Milyar) atau lebih.
Sebesar 20% dari
Nilai Jual Objek Pajak apabila nilai jual Objek pajaknya kurang dari Rp.
1.000.000.000,-
PP 25 Tahun 2002 Memperbarui PP 46 tahun 2000 . berisi
ketentuan sebagai berikut :
- Obyek Pajak Perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% dari Nilai Jual Ojek pajak.
- Obyek Pajak lainnya :
Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya Rp. 1.000.000.000,- (satu Milyar) atau lebih.
Sebesar 20% dari
Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya kurang dari Rp. 1.000.000.000,-
D.
Cara Menghitung
Pajak.
Unsur-unsur yang harus diketahui agar dapat menghitung
Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :
a.
Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) yakni NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
b.
Nilai jual Kena
Pajak (NJKP) yakni 20% atau 40% dari NJOP
c.
Tarif Tunggal :
0,5%
d.
NJOPTKP (Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak) yakni ditetapkan secara regional paling tinggi
sebesar Rp. 12.000.00
Sehingga sesuai Pasal 7
Undang-Undang No. 12 tahun 1985 rumus untuk menghitung Pajak Bumi Bangunan
Terhutang :
Pajak Bumi Bangunan Terhutang = Tarif Pajak x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Sebelum dikalikan dengan Tarif
NJOP harus dikurangkan dengan NJOPTKP. Ketentuan menyangkut NJOPTKP (Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Paja adalah sebagai berikut :
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak) ditetapkan secara regional sebesar Rp. 12.000.000,- yang
diberikan dengan ketentuan :
-
Untuk setiap wajib
pajak hanya diberikan satu NJOPTKP terhadap satu objek yang dimiliki atau
disewa/atau dipakai.
-
Diberikan untuk
bumi dan/atau bangunan
-
Jika wajib pajak
memiliki beberapa objek pajak yang diberikan NJOPTKP hanya salaah satu objek
yang memiliki nialai jual objek pajak terttinggi.
Rumus Perhitungan PBB
PBB Terhutang = Tarif x NJKP
= 0,5% x 20% atau 40%
x NJOP, sehingga dari rumus asal ini dapat
dijabarkan menjadi :
= 0,5% x 20% x (NJOP
– NJOPTKP)
= 0,5% x 20% x NJOP
= 0,5% x 40% x
(NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x NJOP
Catatan :
NJOP= NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJOPTKP = ditetapkan
secara regional paling tinggi Rp. 12.000.000,-
Contoh Latihan Soal Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan :
1.
Tuan Bonco seorang
mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun 2007 hanya memiliki sebuah objek
pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar PBB
yang terhutang pada tahun 2007 milik Tuan Bonco !
Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka
objek pajak tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
2.
Tuan Ponco seorang
pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007, objek pertama
terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui bahwa untuk objek
pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar Rp.
7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,-
dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,-
Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua
objek tersebut !
Jawab:
PBB Terhutang =
Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP – NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJOP Di desa Wlingi
NJOP Bumi
= Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-
Total Rp. 15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar
NJOP di desa Bendo
NJOP
Bumi = Rp.
9.000.000,-
NJOP
Bangunan = Rp. 6.000.000,-
Total Rp. 15.000.000,-
Desa
Wlingi :
NJOP
Bumi =
Rp. 8.000.000,-
NJOP
Bangunan = Rp. 7.500.000,-
NJOP
sbg dasar pengenaan PBB
Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)
NJOPTK
Rp. 12.000.000 –
NJOP utk
Perhitungan PBB
Rp. 3.500.000,-
Desa Bendo :
NJOP Bumi
= Rp. 9.000.000,-
NJOP Bangunan
= Rp. 6.000.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.000.000,-
NJOPTK
Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB
Rp. 15.000.000,-
PBB Terhutang =
Tarif x
NJKP
= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-
= Rp. 18.500
3.
Tuan Poneng adalah
seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di Blitar. Objek
pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya
rinjani. Diketahui objek pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M)
dan NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M) sedangkan untuk yang kedua diketahui
NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp.
4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB terhutang Tuan Poneng atas kedua objek
tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya
Rinjani dengan :
NJOP Bumi
= Rp. 1. 000.000.000,-
NJOP Bangunan =
Rp. 4.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB
= Rp.
5.500.000.000,-
NJOPTKP
= Rp. 12.000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB
Rp. 5.488.000.000,-
Jl. Semeru :
NJOP Bumi
= Rp. 1.000.000.000,-
NJOP bangunan = Rp. 3.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB =
Rp. 4.500.000.000,-
NJOPTKP =
Rp.
0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB = Rp.
4.500.000.000,-
NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp.
5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =
Rp.9.988.000.000.
PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x
9.988.000.000.
= Rp. 19.970.000,-
4.
Tuan Boni seorang
pegawai negeri yang memiliki 2 buah rumah pada suatu Kawasan Real Estate
bernama Pondok Indah. Objek pertama terletak di Pondok Indah Estate dengan NJOP
sebesar Rp. 28.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,- Untuk Objek
kedua terletak di Puncak Dieng dengan NJOP Bumi sebesar Rp. 31,000,000,- dan
NJOP Bangunan sebesar Rp. 10.000.000,-. Hitunglah PBB terhutang pada tahun 2007
dari Tuan Boni !
Jawab :
Rumah
di kawasan Pondok Indah :
NJOP
Bumi = Rp. 28.000.000,-
NJOP
Bangunan = Rp. 23.500.000,-
Total
NJOP = Rp. 41. 500.000
Rumah di kawasan Puncak Dieng :
NJOP Bumi = Rp, 31.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp, 10.000.000,-
Total NJOP = Rp. 41.000.000,-
NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di
kawasan Pondok Indah.
NJOP
Bumi = Rp. 28.000.000,-
NJOP
Bangunan = Rp. 23.500.000,-
NJOP sbg dasar
Pengenaan
PBB = Rp. 41. 500.000,-
NJOPTKP = Rp 12. 000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp 29.500.000,-.
Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :
NJOP Bumi = Rp.
31.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 10.000.000,-
NJOP sbg dasar
Pengenaan
PBB = Rp. 41.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 41.000.000,-
PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x
(NJOP-NJOPTKP)
= 0,15% x
20% x Rp. 70.500.000,-
= Rp. 70,500,-
Contoh
Latihan Soal Biaya Perolehan atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)
1.
Wajib Pajak A
membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun
terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi
tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan
hak Tersebut !
Jawab :
NPOP
= Rp. 100.000.000,-
NPOPTKP
= Rp. 60.000.000,-
NPOPKP
= Rp. 40.000.000,-
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif
BPHTB = NPOPKP x Tarif
BPHTB Terhutang =
(100.000.000 – 60.000.000) x 5%
= Rp. 40.000.000 x 5%
= Rp. 2.000.000,-
2.
Seorang anak
memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,- NJOP yang
tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya BPHTBnya ?
Jawab :
NPOP
= Rp. 800.000.000,-
NPOP TKP
= Rp. 300.000.000,-
NPOP KP
= Rp. 500.000.000,-
BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 =
Rp. 25.000.000,-
BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp.
12.500.000,-
3.
Budi menerima hibah
wasiat dari ayak kandungnya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar Rp.
500.000.000,-, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000 Apabila NPOPTKP ditetapkan Rp.
300.000.000, maka BPHTBnya adalah :
Jawab :
NPOP
= Rp. 500.000.000,-
NPOPTKP
= RP. 300.000.000,-
NPOPKP
= Rp. 200.000.000,-
BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 200.000.000 =
Rp. 10.000.000,-
BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 10.000.000 = Rp. 5.000.000,-
4. Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak yatim
memperoleh hibah wasiat sebidang
Tanah dan Bangunan dengan nilai pasar Rp.
1.000.000.000,00. SPPT dengan NJOP Rp. 900.000.000. Apabila NPOP TKP Rp.
300.000.000, maka BPHTB adalah :
Jawab :
NPOP
= Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP
= Rp. 300.000.000,-
NPOPKP
= Rp. 700.000.000,-
BPHTB seharusnya terhutang = 5% x Rp. 700.000.000,- = Rp.
35.000.000,-
BPHTB yang terhutang = 50% x Rp. 35.000.000,- = Rp.
17.500.000,-
5.
PERUM perumnas
memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP RP. 1.000.000,-.
BPHTB adalah :
Jawab :
NPOP = Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP
= 60.000.000,-
NPOPKP
= Rp. 940.000.000,-
BPHTB Terhutang = 5% x Rp. 940.000.000,- = Rp.
47.000.000,-
Pajak
Pertambahan Nilai
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa
Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme
pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen
sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan
PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak
masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh,
atau membuat produknya.
Indonesia menganut
sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang
digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983berikut
perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No.
18 Tahun 2000, dan Undang_Undang
No. 42 Tahun 2009.
JAKARTA - Kementerian Keuangan telah menyetujui kenaikan
harga rumah bebas pajak pertambahan nilai (PPN) dari Rp70 juta menjadi
Rp95-Rp145 juta. Peraturan dari konsep rumah murah tersebut saat ini tengah
diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Menteri
Keuangan Agus DW Martowardojo, mengatakan telah menandatangani pembebasan
kenaikan PPn. Namun, dia menjelaskan besaran rumah bebas PPN ini berbeda di
tiap wilayah. Untuk daerah Papua, harga rumah bebas PPN mencapai batas atas
yakni Rp145juta.
Pajak
Kendaraan Bermotor
Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem perpajakan.
Pajak adalah iuran wajib yang diserahkan warga negara kepada kas negara yang
digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Apapun yang dimiliki warga pastilah
dikenai pajak. Tak terkecuali, sepeda motor. Pajak
sepeda motor adalah
pajak yang dibayarkan kepada kas negara atas kendaraan yang kita miliki.
Sama seperti pajak-pajak lainnya, pajak sepeda motor pun dibayarkan
setiap satu tahun sekali. Besaran pajak kendaraan bermotor sudah ditetapkan
dalam Perda No. 4 Tahun 2003, yaitu 1.5% untuk kendaraan pribadi, 1% untuk
kendaraan umum, dan 0.5% untuk kendaraan berat atau kendaraan besar.
Pembayaran pajak sepeda motor, selain wajib, merupakan syarat yang
harus dipenuhi untuk perpanjangan STNK. Pembayaran pajak sepeda motor biasanya
dilakukan di kantor bersama atau SAMSAT setempat. Tanggal berlakunya STNK
sekaligus menjadi deadline untuk pembayaran pajak kendaraan tersebut.
Jika pemilik sepeda motor tidak membayar pajak sesuai tanggal yang
tertera, STNK yang dimilikinya tidak akan berlaku dan sepeda motor yang
dimilikinya akan berubah status menjadi “motor bodong” atau sepeda motor tanpa
surat-surat yang sah. Untuk dapat mengaktifkan lagi STNK yang pernah beku
tersebut, si pemilik kendaraan harus membayar utang pajak sekaligus dendanya.
Proses Pembayaran Pajak dan Perpanjangan STNK
Seperti yang sudah disebutkan, pembayaran pajak sepeda motor
dilakukan di SAMSAT setempat. Adapun proses pembayarannya adalah dengan
membayarkan uang sejumlah yang tertera di surat Ketetapan Pajak Daerah PKB/BBN-KB
dan SDWKLLJ yang terdapat di belakang STNK.
Uang yang dibayarkan tersebut merupakan total dari pembayaran Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB ) dan pembayaran tarif Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ ) yang harus ditanggung si pemilik kendaraan.
Sementara itu, untuk perpanjangan STNK, si pemilik kendaraan
biasanya diharuskan memfotokopi kartu identitas pemilik, BPKB, dan mencantumkan
nomor seri mesin serta nomor seri rangka kendaraan bermotor yang akan
diperpanjang STNK-nya tersebut. Ini dilakukan untuk menyesuaikan ketepatan STNK
dengan dokumen kendaraan lainnya.
Setelah semua proses tersebut selesai dilakukan, pemilik akan
mendapatkan STNK beserta bukti pembayaran pajak yang baru. Perlu diingat,
selain membayar pajak kendaraan bermotor merupakan sebuah kewajiban,
kepemilikan STNK dan bukti pembayaran pajak merupakan syarat yang harus
dipenuhi oleh seorang pengendara motor.
Pengendara sepeda motor yang akan menggunakan kendaraannya di
jalanan umum, selain harus memiliki dan membawa STNK, harus memiliki Surat Izin
Mengemudi (SIM) terlebih dulu.
Tanpa kedua bukti penting itu, pengendara sepeda motor tidak akan
leluasa mengendarai kendaraannya di jalan umum. Kepolisian Indonesia atau POLRI
mewajibkan setiap pengendara kendaraan bermotor untuk memiliki kedua bukti
tersebut. Jika melanggar, akan ada sanksi yang diterima oleh si pengendara.
Besar
persentasi bunga pinjaman yang ditetapkan Bank Indonesia
Jenis bunga
Bunga
sederhana
Bunga sederhana:
merupakan hasil dari pokok utang, suku bunga per periode, dan lamanya waktu
peminjaman.
Rumusan bunga sederhana yaitu: c=pbw, dimana c (bunga
sederhana) merupakan hasil dari p (pokok utang), b (bunga), dan w (waktu).
Contohnya: Wiki meminjam Rp 230.000.000 untuk membeli sebuah mobil baru, dengan
suku bunga sebesar 9.5% per tahun dan masa pinjaman adalah 5 tahun maka
bunganya adalah
Rp. 230.000.000 * 0.095 * 5 = Rp.
109.250.000
Bunga sederhana untuk pinjaman Wiki adalah Rp. 109.250.000,
maka total pembayaran pokok utang ditambah bunganya adalah Rp. 339.250.000.
Contoh lainnya, misalnya pokok utangnya adalah Rp.
100.000 :
·
Utang kartu kredit dimana dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000 per harinya
maka 1.000/100.000 = 1%/perhari.
·
Obligasi
swasta dimana
pembayaran kupon
bunga pertamanya
adalah sebesar Rp 3.000 setelah 6 bulan sejak tangal penerbitan obligasi dan pembayaran kupon keduanya
adalah Rp. 3.000 pada saat akhir tahun maka hasilnya adalah :
(3.000+3.000)/100.000 = 6%/year.
·
Bunga Deposito yang dibayarkan pada akhir
tahun sebesar Rp. 6.000 maka perhitungannya adalah : 6.000/100.000 =
6%/year.
Bunga
berbunga
Bunga berbunga atau
disebut juga bunga majemuk: nilai pokok utang ini akan berubah
terus setiap akhir suatu periode dengan penambahan perhitungan bunga . misalnya
pokok hutang adalah 1.000 dengan bunga 5%/tahun maka periode tahun pertama
pokok hutangnya menjadi 1000+(1.000*5%) = 1.050. Pada periode tahun berikutnya maka
perhitungannya menjadi 1050+(1050*5%)= 1.102,50.
Suku bunga tetap dan mengambang
·
"Suku
bunga tetap" adalah suku bunga pinjaman tersebut tidak berubah sepanjang
masa kredit.
·
"Suku
bunga mengambang" adalah suku bunga yang berubah-ubah selama masa kredit
berlangsung dengan mengikuti suatu kurs
referensi tertentu
seperti misalnya LIBOR dimana cara perhitungannya
dengan menggunakan sistem penambahan marjin terhadap kurs referensi.
Kombinasi atas suku bunga tetap dan mengambang ini
dimungkinkan serta sering digunakan. Misalnya pada suatu kredit pemilikan rumah dimana disepakati bahwa hingga
tahun ketiga bunganya adalat tetap yaitu 8.5% dan bunga untuk tahun selanjutnya
akan ditetapkan sebesar 2% di atas LIBOR.
Besar
persentasi bunga Tabungan yang ditetapkan Bank Indonesia
Deposito masih
menjadi pilihan beberapa kalangan untuk mengembangkan uang yang dimilikinya,
namun ada berbagai jenis bank dengan berbagai tingkat suku bunga yang
ditawarkan. Tentu orang akan memilih untuk mendepositokan uangnya pada bank
yang memberikan bunga lebih besar.
Sebagai
pertimbangan untuk anda yang masih menyukai bentuk investasi berupa deposito,
berikut ini informasi mengenai besaran bunga deposito berdasarkan golongan
bank.
Bank Persero
Deposito 1 bulan
6,36%
Deposito 3 bulan
6,80%
Deposito 6 bulan
6,62%
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Deposito 1 bulan
7,42%
Deposito 3 bulan
7,88%
Deposito 6 bulan
8,39%
Bank Swasta Nasional
Deposito 1 bulan
6,77%
Deposito 3 bulan
7,08%
Deposito 6 bulan
7,47%
Bank Asing dan Campuran
Deposito 1 bulan
5,19%
Deposito 3 bulan
6%
Deposito 6 bulan
6,63%
Bank Umum
Deposito 1 bulan
6,56%
Deposito 3 bulan
6,99%
Deposito 6 bulan
7,37%.
BI Rate,
Inflasi, dan IHSG
Awal bulan lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan kenaikan BI
rate menjadi 6.75% basis poin, dari sebelumnya 6.50%. Apa sih BI rate itu? Dan
apa pengaruhnya terhadap IHSG jika dinaikkan, apakah negatif atau positif?
Meski penulis yakin kalau sebagian besar temen-temen investor sudah paham betul
soal BI rate ini, namun artikel ini mudah-mudahan bisa memberi sedikit
pencerahan bagi yang belum mengerti.
BI rate atau suku bunga Bank Indonesia, merupakan tingkat
suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokanbagi
suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan
di seluruh Indonesia. Simpelnya jika BI rate naik dari 6.50% menjadi 6.75%,
maka bunga pinjaman maupun simpanan di bank dan lembagai keuangan lainnya juga
bisa naik. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan,
sehingga tidak mengikat ataupun memaksa. Jadi para bank boleh saja menaikkan
bunga pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit dengan alasan BI rate naik,
namun disisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabahnya malah gak
naik sama sekali.
Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate
naik ke 6.75%, maka para bank bisa menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI,
dan akan menerima bunga 6.75% per tahun. Misalnya, kalau Bank Mandiri menaruh
duit tabungan nasabahnya sebesar 10 trilyun di BI, maka mereka akan menerima
675 milyar dalam setahun, tanpa perlu ‘ngapa-ngapain’ sama sekali.
Nah, dari sini kita akan dapat logikanya: Kalau BI rate
dinaikkan, maka para bank tentunya akan lebih suka menaruh dana tabungan
nasabah mereka di BI daripada menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
kredit. Sebab meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih kecil dari bunga kredit
(6.75% berbanding 12.5%), namun penjaminnya adalah pemerintah, sehingga resiko
kredit macetnya sangat kecil, bahkan mendekati nol. Jika dana milik masyarakat
yang dipegang para bank ‘diendapkan’ di BI, maka jumlah uang cash yang beredar
di masyarakat akan berkurang, dan pada akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Itulah
sebabnya BI rate merupakan instrumen yang biasanya cukup ampuh untuk menurunkan
tingkat inflasi. Jadi adalah wajar ketika kemarin tingkat inflasi ternyata
melebihi ekspektasi, banyak pihak kemudian menuntut agar BI segera menaikkan BI
rate-nya.
Selain BI rate, BI juga memiliki beberapa instrumen lainnya
yang juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan inflasi. Misalnya sukuk, obligasi
ritel Indonesia, surat utang negara, dll. Pada dasarnya semuanya menggunakan
prinsip yang sama, yaitu menyerap dana sebesar-besarnya dari masyarakat
sehingga jumlah uang cash yang beredar di masyarakat jadi berkurang. Penyebab
tingginya inflasi kan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat kelewat banyak.
Ketika jumlah uang cash yang beredar di masyarakat
berkurang, pertumbuhan inflasi memang akan tertekan. Namun disisi lain juga
beresiko menekan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika para bank ogah ngasih
pinjaman modal ke pengusaha karena mereka lebih suka nyimpen duitnya di BI,
maka para pengusaha tentunya akan kesulitan mengembangkan usahanya, dan pada
akhirnya akan menekan pertumbuhan eknomi secara keseluruhan. Karena itulah,
jika kemudian tingkat inflasi telah terkendali, maka BI bisa menurunkan kembali
BI rate-nya, agar dana yang tadinya diendapkan bisa kembali dikucurkan ke
masyarakat, untuk menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Ketika kemarin BI menaikkan BI rate, pertimbangannya adalah
pertumbuhan ekonomi masih stabil, sementara tingkat inflasi mulai tidak
terkendali. Berdasarkan data dari BPS, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010
mencapai 6.10% dibanding 2009, lebih baik dari target pemerintah sebesar 5.80%.
Sementara tingkat inflasi pada periode yang sama mencapai 6.96%, jauh lebih
tinggi dari asumsi APBN sebesar 5.30%.
Lalu apa hubungan antara BI rate dengan pasar modal?Ketika
inflasi mulai naik tidak terkendali, maka efeknya adalah biaya operasional para
perusahaan yang terdaftar di BEI menjadi membengkak, karena naiknya harga bahan
baku, gaji karyawan, dll. Akibatnya, laba bersih para emiten dikhawatirkan akan
turun. Alhasil, harga sahamnya pun turun. Dan jika hal ini terjadi pada banyak
saham, maka IHSG secara keseluruhan juga akan turun. Jadi ketika BI rate
dinaikkan dan harapannya inflasi akan terkendali, maka IHSG juga bisa bangkit
kembali.
Namun, naiknya BI rate tidak akan serta merta menguatkan
IHSG, karena yang jadi concern investor bukanlah BI rate-nya, melainkan tingkat
inflasi. Dalam jangka pendek, naiknya BI rate bahkan justru berpotensi semakin
melemahkan IHSG. Kenapa? Karena dengan naiknya BI rate, maka suku bunga di
deposito, sukuk, dll biasanya (meski gak selalu) juga akan naik. So, para
investor di pasar modal kini punya alternatif investasi yang tidak kalah
menguntungkan dibanding investasi saham. Sukuk ritel seri SR003 misalnya,
bunganya 8.15% per tahun. Dengan tingkat resiko yang mendekati nol, maka bunga
sebesar itu tentu saja cukup menggiurkan. Kalau para investor ramai-ramai
mengalihkan dananya dari saham ke sukuk ini, maka tentu saja IHSG akan semakin
tertekan.
Ketika artikel ini ditulis, IHSG masih bergerak
malas-malasan di kisaran 3,400-an. Beberapa saham unggulan pun masih tertekan
cukup dalam, sebagian bahkan lebih dalam dari yang diperkirakan. Mudah-mudahan
kebijakan BI dalam menaikkan BI rate memang berhasil menekan laju inflasi, sehingga
IHSG bisa kembali tancap gas. Soalnya, data terakhir dari BPS menyebutkan bahwa
tingkat inflasi tahunan pada akhir Januari 2011 kemarin sudah menembus 7.02%.
Seems like trouble.